Feminisme. Satu kata yang mungkin sudah sering kita dengar. Apalagi sudah sering dibicarakan di masyarakat kita. Apalagi belakangan ini isu feminisme sedang ramai dibicarakan. Feminisme sering dikaitkan dengan wanita. Pada dasarnya feminisme menitikberatkan pada gerakan perempuan.

Definisi Femenisme

Feminisme sendiri dapat diartikan sebagai 'menganalisis' suatu masalah yang sedang dihadapi oleh perempuan. Masalah ini biasanya melibatkan diskriminasi terhadap perempuan. Feminisme juga dapat didefinisikan sebagai sosial, politik atau sekumpulan ideologi dimana mereka memiliki tujuan yang sama - memperjuangkan hak-hak perempuan.

Semakin berkembangnya feminisme di Indonesia, gerakan feminisme di Indonesia sendiri terus mengkampanyekan gerakan untuk menyampaikan hak-hak perempuan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa feminisme adalah salah satu kekuatan utama perubahan sosial yang ada di sekitar kita.

Zaman penjajahan

Pada masa penjajahan atau kolonial, terdapat berbagai gerakan perlawanan yang berasal dari penguasa Hindia Belanda yang dianggap sebagai penindas. Perlawanan tersebut dilakukan melalui jalur bersenjata dan diplomatik. Keduanya merupakan bentuk nasionalisme dalam melawan kolonialisme dan imperialisme. Selama periode ini beberapa organisasi nasional didirikan. Adanya organisasi nasional dengan ras agama atau etnis yang dibentuk selama periode ini membuat Indonesia siap berperang. Salah satu contoh organisasi nasional pada era ini adalah Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 dalam hubungannya dengan etnis Muhammadiyah yang lebih dahulu berdiri pada tahun 1917. Cara metode organisasi ini dibahas oleh penguasa kolonial Barat. Selain itu, organisasi garis keras yang menjalankan gerakan dengan sosialis, komunis, dan ideologi di dalam atau memilih gerilya bawah tanah dan gerilya.

Gerakan melawan kolonialisme ini menimbulkan berbagai pertanyaan. Salah satu pertanyaan tersebut adalah tentang peran perempuan. Dimana perempuan, ketika laki-laki berperang melawan kolonialisme? Apakah mereka hanya berjuang di dapur? Ataukah mereka hanya melayani sebagai kurir atau menyajikan secangkir kopi dan snack saat ada rapat gerakan perlawanan?

Dalam catatan sejarah Indonesia, pemikiran, aktivis, atau perkumpulan mereka jarang terekam. Setidaknya ada dua hal yang bisa menyebabkan perempuan tidak ada dalam literatur sejarah. Pertama, perempuan saat itu tidak diberi hak politik. Kedua, perjuangan perempuan seolah mengalah pada laki-laki dan memilih untuk tidak dominan di kalangan laki-laki. Penafsiran ini tampaknya tidak akurat. Ketidakhadiran wanita itu salah. Bahkan, sejarawan juga mencatat keberadaan perempuan sebagai bagian dari kawan bersenjata untuk melawan penjajahan.

Siapa yang tidak kenal Cut Nyak Dien dan Cut Meutia dari Aceh, Sumatera. Tentunya kita mengenalnya, bukan? Mereka adalah beberapa pahlawan wanita di Indonesia dalam melawan penjajahan. Di Jawa kita lebih mengenal Roro Gusik dan suaminya bernama Untung Suropati yang melakukan gerakan pemberontakan. Maluku terdapat pada Martha Christina Tiahua yang ikut serta dalam revolusi yang dilaksanakan dan dipimpin oleh Pattimura, sedangkan dar i Sulawesi Selatan No Emmy Saelan, dimana ia terilibat aktif dalam pemberontakan yang dipimpin oleh Wolter Monginsidi.

R. A Kartini Tokoh Feminisme?

Adakah yang tidak kenal dengan RA Kartini? Saya pikir semua orang mengenalnya. Pergerakan wanita saat masuk ke Indonesia juga sangat erat kaitannya dengan Kartini. Bagaimana tidak, Kartini sering menulis surat yang dikirimkannya kepada teman-teman Belandanya. Inilah yang menyebabkan aktivitas perempuan menonjol. Kompilasi surat-surat yang dikirim Kartini dikumpulkan dan kemudian dicetak menjadi sebuah buku berjudul Door DuinsternisTot Licht pada tahun 1911. Buku ini kemudian dikenal juga di kalangan masyarakat di Indonesia, khususnya kaum wanita.

Penerbit Balai Pustaka menerjemahkan buku tersebut ke dalam bahasa Indonesia dengan tajuk "Habis Gelap, Terbitlah Terang". Buku ini sangat menginspirasi perempuan di Indonesia untuk memperjuangkan haknya agar setara dengan laki-laki. Saat itu dikenal sebagai "emansipasi wanita" dan Kartini dianggap sebagai sosok feminis pada jamannya.

R. A Kartini adalah anak kedua dari Bupati Jepara. Kartini awalnya tinggal di Jepara kemudian pindah ke Rembang. Dalam suratnya, dia berbicara tentang nilai-nilai tradisional yang membatasi perempuan dan membuat mereka bergantung pada laki-laki, sehingga perempuan menjadi tidak berdaya secara ekonomi, sosial dan budaya.

Apabila disimpulkan dalam surat tertulis bahwa gagasan Kartini mengandung beberapa hal, yaitu: a) pendidikan bagi perempuan merupakan bagian penting; b) setiap perempuan dari berbagai latar belakang berhak mencari nafkah; c) poligini harus dihilangkan karena dapat merusak harkat perempuan.

Feminisme di Indonesia

Berbicara tentang kolonialisme, tentunya kita tidak akan pernah lepas dari Belanda yang mendirikan pusat perdagangan yang diberi nama VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie - East India Company). Dalam catatan sejarah, Indonesia diketahui mengalami proses penjajahan terlama di bawah dominasi Belanda. Kolonialisme di Indonesia dimulai pada abad ke-18.

Jika kita membahas tokoh-tokoh dari gerakan feminis atau teori dan sejarah gerakan feminis di Indonesia, ini punya masalah tersendiri. Namun jika kita lihat sekarang di Indonesia sudah banyak perubahan. Dapat diartikan bahwa terdapat banyak kebebasan dan keterbukaan dalam feminisme untuk membahas isu-isu terkait; masalah, pemikiran, pro dan kontra. Kebebasan ditemukan relatif baru-baru ini pada akhir pemerintahan Presiden Soeharto.

Faktanya, ada satu faktor pelik dalam pembahasan feminisme atau gerakan perempuan di Indonesia, yaitu tentang asumsi pemikiran, pemikiran dan gerakan feminis yang tidak memiliki akar budaya dan sosial di Indonesia atau di tempat lain. Sebenarnya kata-kata ide dan pemikiran ini berasal dari Barat yang berkonotasi Barat. Akibatnya istilah feminisme masih jarang digunakan oleh masyarakat luas. Sebenarnya yang paling umum adalah jumlah aktivis perempuan yang terlibat dalam penelitian dan perjuangan akademis yang sama atau bisa di katakan secara inheren terkai t dengan gagasan gerakan feminis.

Perkembangan fenimisme di Indonesia terjadi dalam tiga fase. Diantaranya: 1) fase pertama, yaitu fase penjajahan atau disebut juga fase liberal feminis, pada fase ini hukum perkawinan dan pendidikan berkembang sangat kuat. Selain itu, organisasi tersebut memiliki akar yang kuat di era Soekarno (Feminisme Sosialis / Marxis); 2) fase kedua, feminisme dilumpuhkan karena dominasi negara (Rezim Orde Baru); 3) pada fase ketiga atau fase kontemporer, diisi dengan berbagai wacana dan kritik yang dihasilkan oleh organisasi perempuan. Pada fase ketiga ini, banyak perempuan yang mendirikan berbagai organisasi perempuan dari berbagai latar belakang.