Oleh: M. Rizquna Muafik
Indonesia dengan
berbagai macam kebudayaannya menjadi ikon dari kekhasan adat dan masyarakatnya.
Hal tersebut tidaklah lepas dari peran para tokoh-tokoh masyarakat, salah
satunya adalah KH. Maksum Jauhari yang akrab dipanggil dengan Gus Maksum. Beliau
adalah putra dari seorang ulama yaitu KH. Abdullah Jauhari dengan Nyai Aisyah
yang lahir di Kanigoro, Kras, Kediri pada tanggal 8 Agustus 1944.
Gus Maksum sejak
kecil menimba ilmu kepada banyak kiai di berbagai daerah. Beliau tidak hanya mengaji
dan sekolah pada umumnya, namun beliau juga belajar ilmu-ilmu kanuragan kepada
para ahli ilmu pencak silat. Salah satu dari guru beliau adalah Ahmad Fathoni (Pendekar
dari Rengas Dengklok, Karawang, Jawa Barat) seorang ahli ilmu pencak aliran
Cikaret dan Cikalong. Gus Maksum lebih dikenal oleh masyarakat luas sebagai
ulama sekaligus pendekar pencak silat. Dengan ilmu-ilmu kanuragan yang beliau
miliki kemudian beliau mendirikan sebuah wadah bagi para pendekar pencak silat
yang dinamakan dengan Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa yang
memiliki arti sebagai pagarnya Nahdlatul Ulama (NU) dan Bangsa.
Sebagai seorang
kiai, Gus Maksum juga terkenal nyeleneh menurut kebiasaan orang-orang
pesantren. Penampilannya yang nyentrik, berambut gondrong, berjenggot dan
berkumis panjang, bersarung setinggi lutut, dan selalu memakai bakiak menjadi
khas dari beliau.
Selain menguasai
berbagai aliran ilmu kanuragan, belaiu juga mempunyai kemampuan linuwih
(supranatural) sehingga beredar luas cerita tentang kedigdayaannya. Karena itu
pula, beliau sangat disegani dan mampu membangkitkan semangat dalam
pengembangan ilmu kanuragan di kalangan pondok pesantren. Beliau juga dikenal
sebagai komando utama dalam penumpasan PKI dan antek-anteknya di wilayah Kediri
dan sekitarnya.
Aksi sepihak
dan aksi teror yang dilakukan PKI hampir merambah keseluruh wilayah Nusantara. Kediri
yang menjadi tempat tinggal Gus Maksum sendiri juga tidak luput dari aksi
sabotase mereka. Penculikan, pembunuhan, perampasan tanah, dan tindakan-tindakan
brutal lainnya hampir menghiasi seluruh kehidupan di wilayah kabupaten Kediri. Melihat
kesewenang-wenangan itu, Gus Maksum berkeyakinan bahwa PKI yang sebelumnya
merupakan partai politik resmi negara dan diakui oleh pemerintah telah
melakukan pemberontakan dan ingin
merebut kekuasaan sekaligus merubah ideologi Pancasila menjadi idelogi komunis.
Sebagai seorang
tokoh umat Islam Gus Maksum sangat tidak rela jika negara Indonesia berubah
menjadi negara komunis. Dengan berbekal kemampuan-kemampuan yang dimilikinya,
Gus Maksum muda (waktu itu masih berumur 18 tahun) diberi amanat untuk menjadi
Komandan Pemberantasan PKI, bahkan beliau dengan berani terang-terangan
menyatakan “Ganyang PKI” di wilayah Kediri. Hal tersebut dibuktikan dengan tindakan-tindakan
beliau dalam berbagai upaya pemberantasan PKI seperti dalam peristiwa Watu Ompak
di Prambon, Nganjuk dan teror-teror di wilayah Kanigoro sendiri.
Namun, meski
Gus Maksum diamanati sebagai Komandan Penumpasan PKI juga memiliki sifat
kemanusiaan yang sangat tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan begitu welas
asihnya beliau kepada orang-orang PKI yang tidak ikut dibunuh dan keturunannya yang
selalu disantuni, bahkan ada yang dihajikan oleh Gus Maksum. Bentuk welas asih
Gus Maksum lain dari Gus Maksum juga ditunjukkan saat terjadi kerusuhan Sampit
(1996-1999) yang pada tahun 1999 terjadi bentrokan massal antara Sampit dengan Madura
dengan menelan banyak korban jiwa dan kerugian-kerugian lainnya. Beliau dengan
inisiatif sendiri menampung sekitar 50 anak dan beberapa orang dengan biaya dari
beliau ditempatkan di Kanigoro.
KH. Maksum
Jauhari atau Gus Maksum wafat di Kanigoro pada 21 Januari 2003, beliau
meninggal di usia 57 tahun. Jenazah beliau kemudian dimakamkan di pemakaman keluarga
Pesantren Lirboyo Kediri karena beliau termasuk cucu dari pendiri Pondok
Pesantren Lirboyo Kediri yaitu KH. Abdul Karim. Gus Maksum meninggalkan
semangat dan keberanian yang sangat luar biasa teruntuk masyarakat Indonesia
dan umat Islam pada khususnya.
0 Komentar