Oleh
Muhammad ‘Azmi Robbani Jakfar
Salah satu yang menarik ketika memasuki
Kota Sumenep adalah kita akan melihat replica keris yang dipajang di pintu
gerbangnya. Dengan tulisan “Selamat Datang di Kota Keris” seakan ingin
mengatakan bahwa Sumenep adalah pusat peninggalan pusaka Nusantara bernama
“keris”. Padahal, di banyak kota di Indonesia hampir semua memiliki sejarah
tersediri dengan pusaka keris, terutama kota-kota yang memiliki peninggalan
keraton atau bekas kerajaan kecil.
Atas dasar yang sangat sederhana itulah
kami ingin menelusuri sejarah jejak peninggalan pusaka keris di Sumenep. Apa
sesungguhnya yang menarik dari keris Sumenep? Bagaimana sejarhnya dan
perkembangan dari masa-kemasa sehingga Pemerintah Kabupaten Sumenep berani
mengkalim diri sebagai Kota Keris? Lalu, apa yang bisa diambilnya hikmahnya
dari sebuah penelusuran sejarah nusantara tentang keris?
Era awal keberadaan pusaka keraton Sumenep.
Sumenep adalah subuah nama kabupaten yang
berada di ujung timur Pulau Madura. Dulu, Sumenep pernah menjadi salah satu
dari bagian Kerajaan Singasari dan Majapahit yang kala itu di pimpin oleh Adipati
Pertama Arya Wiraraja. Menurut beberapa
versi yang muncul dalam penulisan sejarah Madura, Arya Wiraraja dipindah ke
Sumenep pada tahun 1269 M, karena saat itu Prabu Kertanegara ingin melakukan
Ekspedisi Pamalayu. Saat itu, Arya Wiraraja atau –sebagaimana disebut dalam Serat
Pararaton biasa disebut dengan nama aslinya-- Banyak Wide menolak secara keras
karena menurutnya ekspedisi ini bisa membuat Singosari menjadi sasaran empuk
musuh-musuhnya.
Dikarenakan ekspedisi ini hampir dipastikan
akan melibatkan seluruh potensi militer Singosari. Bahkan, pada nantinya harus
melibatkan Kebo Anabrang atau yang juga dikenal dengan sebutan Kebo Arema, sang
ahli siasat perang Kerajaan Singosari. Karena penolakan inilah dirinya dimutasi ke daerah terpencil dan
gersang serta sulit ditanami ini, yaitu Sumenep. Semua ini dilakukan oleh Prabu
Kertanegara agar rencana besarnya bisa ter-realisasikan. Saat Arya Wiraraja
ditempatkan di Sumenep beliua cerdik membaca potensi yang ada terutama potensi
maritim, membuat saat itu pelabuhannya menjadi pelabuhan internasional pada
masanya, dan membuat pasukan Sumenep menjadi pasukann terkuat di era itu,
berdasarkan itulah leluhur mempercaya mulai adanya pusaka, namun saat itu belum
ada yang bisa membuatnya karena saat itu pusakan masih berkiblat pada Kerajaan
Singasari dan Majapahit.
Ada 4 macam pusaka yang ada yaitu keris, tombak, pedang atau masyarakat Sumenep biasa menyebutnya dengan sebutan Sodeng, dan yang terakhir Badik. Badik ini memiliki bentuk yang sama dengan bentuk Parang Khas Makassar. Menurut parah ahli Keraton Sumenep, terbentuknya Badik terinspirasi saat beliau menikahi putri asal Makassar lalu ingin membuat pusaka yang memiliki kesamaan dengan Parang tanpa harus menghilangkan ciri khas yang dimiliki Pusaka keraton Sumenep, seperti besinya yang halus. adanya 4 macam pusaka tersebut menandakan bahwa sejatinya Sumenep memiliki banyak jenis pusaka, namun kali ini kita akan fokus saja pada pembahasan pusaka keris.
Alasan
dan tujuan datangnya Seorang Empu ke tanah Sumenep.
.
Diyakini dahulu kala seorang empu yang
datang ke daerah Sumenep rata-rata adalah seorang wali Allah yang sangat alim,
mereka datang ke Madura dengan misinya menyebarkan agama islam ditanah Sumenep
sekaligus mereka mengajarkan ilmu pandai besinya kepada masyarakat setempat.
Dahulu soerang empuh datang ke suatu daerah memiliki dua alasaan yakni memang
ingin datang dengan misi tertentu atau di undang oleh Raja di derah tersebut untuk datang dan
membuat pusaka.
Era
awal perkembangn Keris di tanah Sumenep.
kala itu
Sumenep Menjadi daerah yang memiliki empu terbanyak di Madura. Menurut
Sejarahnya atau penuturan dari parah ahli dan leluhur Sumenep, perkembangan
pusaka keris dimulai pertama kali dimulai sejak masa Era kejayaan Majapahit
yang kalah itu dipimpin oleh seorang raja yang sangat terkenal bernama raja
Hayam Muruk kendati, demikian ada pula
yang menyebutkan era awal perkembangan
pusaka keris dimulai pada sekitar tahun 1400- san yang jika dilihat dari
urutan raja-raja Majapahit maka era pertama kali perkembangan keris
dimulai Pada saat Majapahit dipimpin oleh seorang raja bernama Suhita, beliau
memerintah sekitar tahun 1399 hingga tahun 1429.
pada dua versi ini diyakini kuat bahwa
orang yang pertama kali datang
untuk membuat pusaka berupa keris dan
tombak, pusaka itu diberi nama pusaka kandengan
adalah seorang empuh bernama Empuh Kelleng yang diceritakan saat beliua
membuat pusaka-pusaka tersebut beliua menemukan seorang bayi yang diberi nama
Jokotole yang kelak juga menjadi Raja di Sumenep sekiar tahun 1415 hingga 1460,
setelah beliua sudah tidak ada atau
wafat maka sang anak angkatlah (Jokotole) yang meneruskan jejak ayah angkatnya tersebut untuk melanjutkan membuat
pusaka-pusaka.
Setelah masa keduanya berakhir maka diyakin ada seorang pandai besi yang
disebut Brawijaya yang datang dari Majapahit pada era Majapahit akhir atau saat
runtuhnya majapahit karena serangan kerajaan islam
demak, beliau melarikan dan mengasingkan
diri di sebuah pulau kecil bernama pulau poteran tepatnya di desa Kombang yang saat ini masuk daerah kecamatan Talango
kabupaten Sumenep. Saat melarikan diri beliau membuat pusaka keris yang dikenal
dengan keris Mojopahit atau masyarakat lokal menyebutnya dengan keris jeh
paet yang konon katanya mampu untuk menangkal bisa (racun) hewan dengan
hanya menempelkan sebilah keris tersebut.
Setelah masanya berakhir maka muncullah
seorang Empu besar yang bermana Kyai Supo
Mand adik ipar sekaligus santri Sunan Kalijogo , beliau datang ke Sumenep dengan
misi mencari keris sangkelat (keris Luk 13) yang dibuat oleh dirinya sendiri,
setelah mencari diseluruh jawa tidak dapat ditemukan. saat mencari
sangkelat beliau sambil mengajarkan
ilmu pandai besi kepada seorang kakak beradik yang berada di Desa Karangduak
yang saat ini masuk daerah Kecamatan Kota
Sumenep bernama kyai Jutagete dan
adiknya bernama Tesna gete. dan Jude gete sendiri bermakna perang dan Tesnagete bermakna cinta, maka keris yang
dihasilkan dari kedua empuh tersebut di khususkan untuk berperang atau kewibawaan yang oleh masyarakat lokal
disebut Kejantanan dan untuk hati atau masyarakat lokal biasa menyebutnya Mahabbah.
Disaat bersamaa di desa lain yakni Desa Pandian yang saat ini juga masuk daerah Kecamatan
kota Sumenep ada seorang empu bernama Kyai Brohmo atau masyarakat lokal biasa
menyebutnya dengan sebutan Kyai Beremah. Dan kyai Berohmo adalah 4 bersaudara
yaitu Kyai Brohmo Watu, Kyai Brohmo Adi Gumo, Kyai Brohmo Tomo / Tama dan kyai
Brohmo Resi. Itulah awal dari perkembangan empu yang ada di Sumenep.
Setelah awal dari adanya empu yang ada di
pusat kota Sumenep, barulah menyebar ke derah utara, disana ada Seorang Empuh
yang bernama kyai Tambhek Agung beliau juga murid dari kyai Supo Mandralangi,
keris yang diciptakan olehnya ber-luk bengkok atau tidak lurus berbeda Kyai Brohmo yang biasa mencipta keris lurus.
Kembali lagi ke kyai Supo mandralangi tidak dapat menemukan Keris sangkelat di daerah Karangduak beliau pergi ke dearah Sergerng atau saat masuk daerah Kecamatan Batu putih Kabupaten Sumenep, disana beliau mengajarkan ilmunya kepada warga setempat sambil lalu beliau menyebarkan agama islam di daera tersebut. Setelah Kyai Supo sudah tidak ada di Sumenep berkembanglah pusaka yang dibuat oleh Empuh Kyai Macan yang berada di Karangduak di daerah perkotaan, setelah itu barulah berkembang pusaka keraton Sumenep yang mana Empu atau pembuat pusaka diundang oleh Raja Sumenep. Raja tersebut yang membangun Keraton Sumenep yang sampai saat ini masih ada .Yaitu Panembahan Sumolo dan Sultan Abdurrahman Pakunataningrat 1
Era Keris Kamardhikan dan Kontenporer.
Pada masa era sebelum kemerdekaan
keberadaan empu menjadi sangat langka di karenakan pemerintah kolonial Jepang
melarang orang yang memiliki senjata dan yang bisa membuat keris. Saat itu
hanya ada 4 orang empu saja barulah saat era
setelah kemerdekaan empuh mulai berkembang pesat di tiga daerah yakni,
di daerah Kecamatan Talango, Lenteng dan yang paling banyak berpusat di desa Aing Tong-tong kecamatan Saronggi, total
empuh yang ada di deaerah tercatat sebanyak 554 empuh.
Keris Dahulu dibuat dengan ritual khusus
bahkan mengaruskan seorang empuh berpuasa dan diyakini keris-keris dahulu
memiliki kandungan meteor, dan kebanyakan tidak memiliki pamor berbedah dengan
sekarang yang kebanyakan keris memiliki pamor dikarenakan kini keris memiliki
fungsi yang berubah. Karena saat ini keris tidak lagi memiliki fungsi sebagai
penanda strata sosial dan fungsi lainnya. Keris saat ini bentuknya dan pamornya
mulai berkembang dan memiliki nilai ekomomis atau seorang empuh membuat keris
pada saat ini hanya berdasarkan pesanan saja dan tidak ada ritual dan doa-doa
khusus.
Era keris Kamardhikan ini dibuat sekitar tahun 1950 sampai tahun 2000 sedangkan tahun 2000 hingga sekarang masuk Era Keris Kontenporer. Karena inilah Kota Sumenep sejak 2014 ditetapkan sebagai Kota Keris Oleh UNESCO dan mebuat Kota ini mempunyai julukan baru.
Generasi
Melek Budaya
Generasi milenial yang sekarang ini cukup
terkenal sebagai generasi yang melek iptek seringkali disebut sebagai generasi
yang tidak melek sejarah budaya lokal. Terlebih lagi, teknologi kekinian jarang
bersentuhan dengan warisan khazana budaya masa lampau yang sesungguhnya sangat
kaya.
Atas dasar itulah sesungguhnya ada
beberapa pelajaran yang bisa menjadikan generasi milenial melek sejarah
nusantara terkait dengan pembahsan sejarah keris Sumenep ini. Pertama,
bahwa apa yang dilakukan oleh para leluhur dan nenek moyang kita itu sangatlah
berharga dalam mengantisipasi kebutuhan zamannya. Mereka berkrerasi, berinovasi
dan menciptakan karya yang sesuai dengan zamannya. Dalam konteks inilah sudah
waktunya generasi milenial menciptakan sesuatu yang bisa dipakai sebagai
antisipasi zamannya dengan tidak menghilangkan cita rasa budayanya.
Kedua, jika UNESCO saja menghargai
warisan budaya nusantara terhadap kreasi keris, mengapa kita yang memiliki
warisan budaya itu tidak menghargainya. Menghargai tidak berarti bahwa kita
harus berkutat dengan perkerisan, misalnya. Tetapi, bagaimana hal itu bisa
dilanjutkan dengan inovasi yang sesuai dengan kondisi kekinian. Ada semangat
dari keris yang perlu kita warisi, yaitu membangun budaya kekinian yang tidak
melepaskan diri dari nilai-nilai kearifan lokal.
0 Komentar