Pandemi Covid-19 juga tidak hanya berdampak pada
sisi kesehatan saja namun berdampak signifikan terhadap perekonomian Negara. Mulai
dari sector formal sampai informal. Menurut Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati
mengatakan, pandemi Virus Corona membuat seluruh sektor ekonomi terpukul. Saat
ini, hanya aktivitas ekonomi yang beralih ke online digital bisa bertahan
menghadapi tantangan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020
minus 5,23%. Angka itu membuat ancaman resesi di Indonesia kian nyata. Di
Indonesia sendiri bukan untuk pertama kalinya Negara ini mengalami krisis
ekonomi. Jika kita menengok kembali catatan sebuah
sejarah, ini mengingatkan kita pada kejadian Krisis Moneter pada tahun 1998.
Dalam
jurnal Krisis Moneter Indonesia : Sebab,
Dampak, Peran IMF dan Saran dijelaskan krisis moneter di Indonesia saat itu
terjadi karena krisis finansial Asia 1997-1998. Krisis moneter ini telah
memporak porandakan perekonomian beberapa Negara seperti Thailand, Malaysia,
Korea Selatan termasuk Indonesia. Pada bulan Juni 1997, Indonesia terlihat
masih jauh dari krisis. Indonesia memiliki fundamental ekonomi di masa lalu
yang dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia (lihat World
Bank: Bab 2 dan Hollinger). Namun di
balik itu terdapat beberapa kelemahan struktural seperti peraturan perdagangan
domestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli impor yang menyebabkan kegiatan
ekonomi tidak efisien dan kompetitif. Pada saat yang bersamaan kurangnya
transparansi dan kurangnya data menimbulkan ketidak pastian sehingga masuk dana
luar negeri dalam jumlah besar melalui sistim perbankan yang lemah. Sektor
swasta banyak meminjam dana dari luar negeri yang sebagian besar tidak di
hedge. Dengan terjadinya krisis moneter, terjadi juga krisis kepercayaan.
(Bandingkan juga IMF, 1997: 1). Pada Agustus 1997 rupiah diserang dan bursa efek menyentuh titik terendahnya pada
September 1997. Memasuki 1998 keadaan ekonomi semakin memburuk, nilai Rupiah
terhadap Dollar tertekan hingga Rp 16.000 hal tersebut disebabkan pasokan
barang yang menurun dengan tajam karena kegitan produksi berkurang dan jalur
distribusi terganggu karena rusaknya sentra-sentra perdagangan karena kerusuhan
Mei 1998. Dilansir dari laman kompas.com berubahnya kondisi ekonomi di
Indonesia menjadi terpuruk pada 1997-1998. Terdapat beberapa
kelemahan utama, yaitu:
- 1. Sistem
keuangan yang terbuka namun tidak didukung oleh pengawasan yang baik.
- 2. Nilai
tukar mata uang tetap yang efektif.
- 3. Aliran
dana investasi asing yang masuk secara besar dan cepat, terutama pinjaman
jangka pendek.
Timbulnya
krisis berkaitan dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS secara
tajam, yakni sektor ekonomi luar negeri, dan kurang dipengaruhi oleh sektor
riil dalam negeri, meskipun kelemahan sektor riil dalam negeri mempunyai
pengaruh terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Krisis pecah karena terdapat
ketidak seimbangan antara kebutuhan akan valas dalam jangka pendek dengan
jumlah devisa yang tersedia, yang menyebabkan nilai dollar AS melambung dan
tidak terbendung. Tindakan yang harus segera didahulukan untuk mengatasi krisis
ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri, membenahi
kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam dan luar
negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiah
pada tingkat yang nyata, dan tidak kalah penting adalah mengembalikan
stabilitas sosial dan politik.
Melihat
historis tersebut bukan untuk petama kalinya Indonesia mengalami krisis ekonomi. Selain pada tahun
1998, Indonesia juga pernah mengalami krisis ekonomi pada tahun 2008. Dan kini
di tahun 2020 ekonomi Indonesia juga sedang mengalami krisis akibat adanya
pamdemi global Covid-19. Meskipun pada setiap krisis terjadi tentu saja latar
belakangnya berbeda beda. Krisis ekonomi akibat adanya Covid-19 ini dirasakan
pula oleh setiap Negara karena virus ini menyebar dengan begitu cepat dan
melumpuhkan seluruh sector termasuk sector ekonomi. Data Badan Pusat Statistik
(BPS) mengenai pertumbuhan ekonomi yang mengarah pada resesi yang telah
disinggung diatas, tentu saja ini menjadi ancaman bagi Negara ini. Pemerintah
harus memikirkan jalan keluar agar situasi tersebut tidak terjadi. Namun,
beberapa ahli mengatakan krisis ekonomi saat ini berbeda dengan krisis ekonomi
sebelumnya dan krisis ekonomi saat ini tidak separah krisis ekonomi yang
terjadi pada tahun 1998. Meski begitu, krisis ekonomi akibat pandemic memang
merupakan suatu hal yang baru disamping kita memikirkan kondisi ekonomi nya
kita juga harus memikirkan sisi kesehatan dan keselamatan masyarakat. Berbagai
kebijakan perlu diambil pemerintah untuk dapat menekan virus Covid-19 juga
memperbaiki kondisi ekonomi yang mulai goyah. Langkah langkah strategis yang
dulu pernah dipakai saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998 dan 2008
mungkin bisa kembali diterapkan. Tentu saja dengan memilih dan memilah langkah
yang mana yang cocok diterapkan pada kondisi saat ini.
Di
era yang sudah serba digital seperti saat ini kita dapat memanfaatkan nya
sebagai peluang. Selagi pemerintah memikirkan untuk kesehatan dan perbaikan
ekonomi dalam skala besar agar bisa bertahan dan memulihkannya kembali, di
sector kecil seperti UMKM dan lainnya dapat menjadikan era digital ini untuk
kita bangkit kembali. Model penjualan dan promosi bisa dialihkan pada sector
digital agar usaha yang sudah dirintis tidak gulung tikar dan dapat
meningkatkan pendapatan kembali. Di saat pandemic seperti ini, intesitas
seseorang berselancar di sosial media mengalami peningkatan karena komunikasi
dengan saling bertemu kini dibatasi agar penyebaran vitus Covid-19 ini dapat
ditekan dan sebagai alternative komunikasi lainnya kita menggunakan media
sosial. Menurut Analytic Data
Advertising (ADA), aktivitas belanja online naik 400% sejak Maret 2020 akibat
pandemi Covid-19 ini. Tentu saja ini merupakan peluang yang sangat bagus untuk
kita kembali meningkatkan penjualan.
Dengan kita beralih pada
sector digital para UMKM dan lainnya yang berpengaruh membantu perekonomian,
ini supaya kita bisa tetap bertahan dan beradaptasi dengan keadaan selain itu
dengan sector digital kita mengindari atau meminimalkan kontak langsung
sehingga sector digital cocok digunakan saat pandemic Covid-19 seperti saat
ini. Di balik itu semua, setiap orang berharap agar pandemic ini cepat selesai
dan teratasi agar kehidupan kembali berjalan normal juga sisi kesehatan dan
ekonomi pun segera pulih begitupula dengan sector yang ada dalam kehidupan.
BIODATA PENULIS
Penulis, Silvia Melinda Oktaviani. Lahir di kota
Sukabumi, 22 Oktober 2000. Sedang menempuh pendidikan S1 prodi Manajemen
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Senang menulis dalam kesunyian tidak ada
yang menganggu.
0 Komentar