Palagan Ambarawa dimulai ketika kedatangan tentara Sekutu di Semarang dengan tujuan untuk mengurus tawanan interniran yang ditahan di penjara Magelang dan Semarang dengan berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan RI. Ternyata kedatangan Sekutu diboncengi oleh NICA yang mempersenjatai para bekas tawanan. Kejadian itu meluas menjadi sebuah pertempuran setelah Sekutu tidak menepati janjinya. Tentara Sekutu justru melebihi batas dengan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia dan bertindak sewenang-wenangnya terhadap rakyat, sehingga menimbulkan rakyat geram dan pada tanggal 26 Oktober 1945 menjadi insiden bersenjata di kota Magelang. Insiden ini menjadi pertempuran antara TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan pasukan gabungan Sekutu dan NICA. Pertempuran ini berhasil dilerai setelah kedatangan Presiden Soekarno ke Magelang. Pada tanggal 2 November 1945 didapatkan kesepakatan antar kedua belah pihak baik Sekutu maupun Rakyat Indonesia, yang isinya anatara lain:
1. Gencatan senjata diberlakukan dengan segera.
2. Tentara Sekutu diizinkan memiliki pasukan dengan jumlah yang diperlukan untuk melindungi interniran di Magelang.
3. Jalan Ambarawa-Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia-Sekutu.
4. Pihak Sekutu akan tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melindungi dan mengurus evakuasi APWI (Allied Prisioners of War and Interneers) atau tawanan perang dan interniran Sekutu.
Ternyata Sekutu
mengulangi perbuatannya kembali dengan tidak menempati janjinya, sehingga pada
tanggal 20 November 1945 terjadilah pertempuran kembali di Ambarawa. Pada
tanggal 22 November 1945 pasukan Sekutu melakukan pengeboman pada perkampungan
yang terletak di sekitar Ambarawa dan pertempuran semakin berkobar didalam
kota. Para pasukan TKR engan pasukan pemuda dari Boyolali, Salatiga, dan
Kartasura berhasil membentuk garis medan sepanjang rel kereta api dan membelah
kota Ambarawa. Batalyon-batalyon dari arah Magelang berhasil menguasai desa
Pingit dan sekitarnya kemudian Sekutu disusul oleh tiga batalyon dari arah Yogyakarta
sehingga musuh dapat terkepung. Pasukan musuh atau Sekutu masih mencoba
membebaskan diri dengan mengancam kedudukan pasukan Indonesia dari belakang
tank-tanknya. Pada akhirnya para komandan berkoordinasi untuk mengurangi resiko lebih banyak
jatuhnya korban maka memerintahkan pasukan Indonesia untuk mundur ke Bendono.
Gerakan tentara
Sekutu berhasil ditahan di desa Jambu. Kemudian para pemimpin dari Indonesia
mengadakan rapat yang dipimpin oleh Kolonel Holland Iskandar dan berhasil
membentuk komando atas daerah Ambarawa yang dibagi menjadi empat sektor yaitu,
sektor selatan, sektor utara, sektor barat, dan sektor timur. Pemimpin pasukan
TKR pada tanggal 26 November 1945 yaitu Letnan Kolonel Isdiman telah gugur dan
digantikan oleh Kolonel Soedirman. Pada tanggal 11 Desember 1945, Kolonel
Soedirman mengumpulkan seluruh komando sektor. Kolonel Soedirman mengatakan
bahwa “Ambarawa harus kita rebut dengan serangan serentak karena Ambarawa
merupakan kunci bagi mereka untuk menguasai seluruh Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Ini akan membahayakan posisi Republik. Kita akui terus terang bahwa kita kurang
kuat dalam persenjataan. Tetapi keadaan semacam ini tidak menghambat kita, atau
mengurangi hasrat kita untuk mempertahankan Negara kita. Kami sudah menentukan
suatu siasat, yaitu serangan mendadak secara serentak dengan taktik Mangkara
Yudha atau Supit Urang. Komando penyerangan dipegang oleh komandan sektor TKR.
Pasukan-pasukan dari badan perjuangan sebagai barisan belakang. Serangan
dimulai besok pagi pukul 04.30. Selamat berjuang, Allah SWT bersama kita, Amin.
Merdeka!”
Merencanakan serangan
pada tanggal 12 Desember 1945 pukul 04:30 yang akan dilakukan oleh seluruh
sektor secara mendadak. Sekutu sudah mulai terkepung, hanya tersisa jalan
Ambarawa-Semarang yang dapat menjadi jalan keluar. Namun pasukan indonesia
dapat menahan gerakan sekutu. Selama empat hari empat malam serangan itu
berlangsung. Pada tanggal 15 Desember 1945 tentara sekutu berhasil mundur
keluar kota Ambarawa, mereka terus ditekan dan diusir oleh pasukan Indonesia.
Palagan Ambarawa menjadi pertempuran pertama kali yang dimenangkan oleh bangsa
Indonesia setelah kemerdekaan.
Dalam peristiwa
Palagan Ambarawa terdapat begitu besarnya semangat pemuda dan masyarakat dalam
membela tanah air. Para pejuang dengan segala keterbatasan dan ketersediaan
senjata yang sederhana tidak mengurangi semangat untuk tetap memperjuangkan
kemerdekaan Bangsa Indonesia. Mereka rela mengorbankan dirinya sendiri dan
mengancam keselamatan hanya untuk mendapatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
bangsa.
Dalam peristiwa
Palagan ini terdapat sebuah siasat atau strategi yaitu “Supit Udang” dimana
siasat ini digunakan oleh Kolonel Soedirman untuk mengusir Sekutu keluar dari
Ambarawa. Strategi ini dilakukan dengan adanya seluruh bantuan dari masyarakat ambarawa dan bantuan dari
komandan-komandan sektor sehingga berhasil mengusir Sekutu dari Ambarawa.
Strategi Supit Udang ini menjadi gambaran begitu hebatnya dan kokohnya sebuah
kerjasama antara masyarakat dengan para pemuda. Para tokoh pejuang Palagan
Ambarawa seperti Mayor Soeharto, Sardjono, Sugeng, M Sarbini, Kolonel Holland
Iskandar, dan Kolonel Soedirman yang berhasil menjadi seorang pemimpin yang
mampu menyatukan dan mengerahkan segala kekuatan untuk melindungi bangsa ini.
Kolonel Soedirman salah satu dari pemimpin peristiwa Palagan Ambarawa yang
dalam kondisi sakit dan dengan posisi ditandu tetap ikut melawan Sekutu untuk
memberikan komando dan semangat pada seluruh pasukan. Disini menunjukkan bahwa
begitu pentingya seorang pemimpin yang memiliki jiwa pantang menyerah dan
bertanggung jawab. Pemimpin juga menjadi orang yang mampu menjadi teladan bagi
seluruh rakyatnya. Peristiwa Palagan Ambarawa ini dapat menjadi pelajaran bagi
masyarakat dan generasi bangsa agar selanjutnya Indonesia dapat maju, berdaya, berguna, dan meraih
cita-cita bangsa yang juga dapat menghapus segala bentuk penjajahan bagi bangsa Indonesia.
Bangsa yang besar
harus mampu menghargai jasa para pahlawannya. Namun masyarakat belum dapat
memahami arti dari sebuah kepahlawanan, sangat penting jika setiap orang dapat
memiliki sikap kepahlawanan. Para Pemuda menjadi salah satu bagian dari bangsa
yang sudah sewajarnya dapat menjaga dan memupuk sikap kepahlawanan. Dilihat
dari keadaan saat ini, banyak pemuda yang cenderung meninggalkan nilai-nilai
kepahlawanan dan cenderung memiliki sikap egois. Banyak dari mereka yang asik
dengan dunianya sendiri dan hanyut dalam arus globalisasi.
Sikap tersebut
mengakibatkan timbulnya chaos atau kekacauan, dimana chaos akan terus terjadi
jika tidak adanya perubahan dari masyarakat. Masyarakat dapat menangkal
terjadinya chaos dengan menciptakan adanya kehidupan antar sesama yang
harmonis. Hal tersebut, dapat dilalukan dengan selalu bersikap jujur, saling
menolong, menerima, dan ikhlas. Sudah sewajarnya jika bangsa ini dapat
memelihara kehidupan yang harmonis antar sesama masyarakat. Sikap keharmonisan
tersebut dapat menciptakan munculnya sebuah karakter bangsa, sehingga dapat menjadikan bangsa ini
menjadi lebih baik lagi.
Karakter bangsa merupakan jati diri suatu bangsa, suatu kualitas yang menentukan suatu bangsa yang membedakan dengan bangsa lain yang mencerminkan pribadi bangsa tersebut. Menurut Depdiknas Kanwil Propinsi Jawa Tengah (2010: 3) bahwa beberapa karakter bangsa antara lain: (1) Religius; (2) Toleransi; (3) Demokratis; (4) Semangat kebangsaan; (5) Cinta tanah air; dan (6) Cinta damai.
Religius menjadi
salah satu bentuk dari karakter bangsa yang begitu berperan dalam membentuk sikap kesatuan dan
persatuan. Dibuktikan oleh para pasukan bangsa
melawan Sekutu dengan ikhlas dan penuh keyakinan. Seperti yang dikatakan
oleh Kolonel Soedirman “Selamat berjuang, Allah SWT bersama kita, Amin.
Merdeka!”. Menunjukkan bahwa seluruh pasukan harus benar-benar mampu berjuang
melawan dengan yakin dan semangat mengalahkan
Sekutu.
Karakter bangsa
seperti toleransi juga harus tetap ada dengan saling menghargai dan menciptakan
rasa aman bagi seluruh masyarakat
bangsa. Ditunjukkan adanya sikap tidak mudah putus asa sehinggga dalam
menjalankan berbagai hal dalam kehidupan lebih
mudah.
Semangat kebangsaan
dan cinta tanah air menjadi salah satu bentuk upaya membangun karakter bangsa.
Namun saat ini sebagian para pemuda sudah mulai mengalami penurunan nilai-nilai
moral. Maka dari itu, seharusnya pemerintah bersama masyarakat mampu
berkomitmen untuk membina, memajukan, dan meningkatkan peran pemuda di
lingkungan masyarakat. Pemuda sebagai generasi penerus diharapkan dapat
memimpin bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Hal tersebut dapat diwujudkan
dengan berbagai cara, diantaranya: (1) menumbuhkan rasa nasionalisme dan
patriotisme, dapat diadakan seminar maupun sosialisasi mengenai sikap
nasionalisme yang bisa meningkatkan motivasi kecintaan para pemuda terhadap
bangsa; (2) mengadakan kegiatan secara bersama-sama dengan berlandaskan
nasionalisme, salah satunya yaitu tetap mengadakan peringatan 17 Agustus dengan
upacara maupun gotong royong; (3) melatih diri untuk meningkatkan rasa tanggung
jawab.
Sikap demokratis dan cinta damai harus selalu dijaga agar generasi saat ini tidak mengalami disintegrasi bangsa. Seperti yang tercermin dari peristiwa Palagan Ambarawa, dimana para pasukan dan komandan melakukan rapat koordinasi mereka bekerjasama untuk menyusun strategi. Pengambilan keputusan secara bersama menjadi jalan keluar dalam menghadapi berbagai masalah, hal tersebut bertujuan untuk menghindari sikap egois pada generasi saat ini.
Maka masyarakat sebagai bagian dari seluruh bangsa Indonesia dapat menjaga keharmonisan antar sesama. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari atau menangkal segala kegiatan yang menuju pada sebuah kekacauan. Maka dari itu dalam epos Soedirman yang mengajarkan bahwa dalam sebuah perjuangan membutuhkan pribadi yang teguh pada prinsip dan keyakinan untuk memperjuangkan bangsa dengan tetap menjada bahwa “NKRI Harga Mati” yang patut untuk dipertahankan.
DAFTAR PUSTAKA
Atmowiloto,
Arswendo. 2002. Mengarang Itu Gampang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Bagus
Mustakim. 2001. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Samudra Biru.
Kanwil Diknas Provinsi Jawa Tengah. 2010. Kebangsaan dan Nasionalisme. Poesponegoro, Marwati Djoened.1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka
Soegeng A.Y. 2002. Memahami Sejarah Bangsa Indonesia. Salatiga: Putra Karya.
BIODATA
Nama : Kirana Anggit Rahmadanty
Jenis Kelamin : Perempuan
TTL : Pati, 06 Mei 2001
Kebangsaan : WNI
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Prof. Suharso (Perum. Galaxy Permai No. E 05) Boyolali No HP : 082320677319
Email : anggit.rahma06@gmail.com
0 Komentar