PENANAMAN NILAI TOLERANSI MELALUI PELAJARAN SEJARAH


Perayaan HUT RI-75 yang baru saja kita rayakan bulan lalu menjadi momentum secara bersama merayakaan keberagaman dalam rasa sanubari bangsa dan kebersamaan keluarga yang terikat oleh Bhineka Tunggal Ika. Jika kita melihat jauh kedalam sebuah sejarah perjuangan bangsa ini di masa lalu, untuk merebut sebuah nama atau gelar “MERDEKA dan BERDAULAT” yang hari ini kita nikmati memerlukan proses yang sangat panjang, berat dan sulit. Para pejuang bangsa meskipun dalam perbedaan suku, agama dan ras mampu secara bersama melawan dan menegakan sebuah kesatuan bersama dan rela berkorban nyawa demi mengibarkan sang Merah putih ke Singgasananya. Mereka bukanlah orang-orang yang datang dari satu tanah, satu agama, satu ras, satu bahasa, dan Bukan juga datang dari satu suku. Mereka berbeda antara satu dengan lainnya tetapi mereka berjuang dalam kebersamaan dan persatuan melawan para penjajah dan berhasil memerdekakan Tanah ini. mereka Para Pahlawan bersama dalam persatuan yang diikat oleh slogan “Senasib Sepenanggungan” bukan hanya karena takdir, tapi demi sebuah cita-cita kehidupan bersama di masa depan yang kelak dinamakan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bapak K.H Abdurrahman Wahid atau yang biasa dikenal dengan Gus Dur, pernah berkataSaling menghormati dan menghargai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hormati perbedaan dan kemajemukan yang ada di Indonesia. Bukan hanya dalam perkataan saja, Salah satu tindakannya yang mendukung toleransi di negeri ini adalah membuat Konghucu menjadi sebuah agama yang resmi. Padahal, pada masa Orde Baru, agama yang satu ini dilarang.

Melihat banyaknya kasus kekerasan dan kriminal yang didasari oleh kurangnya rasa toleransi di tengah Masyarakat tentu menjadi hal yang miris dan berkebalikan dari apa yang di cita-citakan oleh para pejuang bangsa ini pada masa lalu dan juga oleh Gus Dur pada masa reformasi. Hal tersebut menandakan bahwa di Indonesia telah terjadi sebuah urgensi intoleransi yang begitu kental oleh sifat dan mental masyarakat Indonesia sendiri, bahkan sebuah data statistik yang dirilis oleh Imparsial menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2019 telah terjadi 31 kasus intoleransi di Indonesia.

"Ada 31 kasus intoleransi atau pelanggaran terhadap kebebasan beragama yang tersebar di provinsi Indonesia. Jenisnya beragam, mulai dari pelarangan pendirian tempat ibadah, larangan perayaan kebudayaan etnis, perusakan tempat ibadah hingga penolakan untuk bertetangga terhadap yang tidak seagama," Pernyataan lembaga Imparsial dalam konferensi pers di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (17/11/2019).

Banyaknya kasus intoleransi ini dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satu nya adalah ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman masyarakat akan Identitas nya sendiri, sejarahnya sendiri. Padahal banyak sekali nilai-nilai, catatan sejarah, peristiwa sejarah yang menjadi hikmah dan pelajaran bagaimana sikap toleransi sudah dibentuk dan diterapkan dalam masyarakat Nusantara pada saat dahulu. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masyarakat Indonesia sangat minim akan pemahaman dan minat nya dalam mencari nilai sejarah bangsa sendiri. Wacana penghapusan mata pelajaran sejarah oleh Kemdikbud dalam kurikulum pendidikan baru baru ini menjadi indikasi bahwa memang pelajaran sejarah dirasa tidak ada manfaatnya dan dianggap tidak relevan dalam kehidupan saat ini. Oleh karenanya menjadi sebuah Urgensi dan keharusan bagi kita untuk berusaha melakukan penanaman kembali akan penting nya pemahaman nilai sejarah bangsa melalui pelajaraan sejarah khusus nya mengenai toleransi kepada semua kalangan masyarakat agar menjadi salah satu alternatif solusi menekan angka atau kasus intoleransi di Indonesia terus berkembang secara pesat.

Memiliki keberagaman yang begitu luar biasa seperti halnya Indonesia menjadi salah satu tantangan kita bersama dalam mewujudkan toleransi yang ada di Indonesia. Kondisi Geografis Indonesia yaitu sebuah negara Kepulauan yang dipisahkan oleh laut antara satu pulau dengan pulau lainnya menjadi salah satu tantangan sekaligus kelebihan yang harus kita bisa optimalkan dan atasi segala kendala nya. Belum lagi ditambah dalam hal karakter dan mental masyarakat Indonesia saat ini. Indonesia sekarang dengan masyarakat pada masa perjuangan atau jauh sebelumnya, bisa dikatakan 180 derajat berbeda atau berlawanan sifat dan mental antara keduanya.

Karakter masyarakat Indonesia pada masa dahulu juga kental akan perbedaan seperti pada masa sekarang. Namun yang membedakan nya adalah bagaimana sikap masyarakat Indonesia pada masa dahulu memandang sebuah perbedaan. Jika kita menengok jauh ke masa lalu bahkan lebih jauh lagi dari masa perjuangan yaitu masa kerajaan atau Zaman Nusantara. Di Masa lampau Indonesia, sebuah sikap toleransi antar umat beragama atau unsur masyarakat lainnya yang berbeda sudah terjalin dengan baik bahkan pada saat masa Kerajaan tepatnya Kerajaan Majapahit. Bukti yang menunjukkan bahwa kerajaan majapahit terjalin toleransi dalam kehidupan beragama adalah peninggalan yang menunjukkan bahwa keluarga kerajaan memberikan dukungan kepada agama Buddha dan Hindu, dan adanya para pedagang dan bangsawan yang memeluk agama Islam.

Benang merah dari kisah kerajaan Majapahit dalam sikap toleransi masyarakatnya dapat disimpulkan bahwa sikap toleransi di Indonesia memang sudah ada sejak zaman Nusantara. Bukan hanya Kerajaan Majapahit saja yang merupakan salah satu kerajaan Hindu terbesar di Indonesia akan sikap toleransinya yang sangat kental tetapi banyak kerajaan lainnya. Contoh lainnya adalah Kesultanan Banten, dimana sultan Banten pada saat itu memberikan izin kepada umat Katolik menjalankan ibadahnya. Saat itu, ada beberapa pendeta Katolik di Banten. Mereka meminta izin kepada sultan untuk mengadakan ritual keagamaan. Sultan memenuhi permintaan mereka dengan hangat. Bahkan Sultan menyatakan dengan senang hati untuk membantu jika diperlukan.

Selain Sultan Banten, di masa kerajaan Gowa kebebasan ini juga sudah ada. Nicolas Gervaise (1663-1729), pendeta Katolik Prancis pada paruh kedua abad 17 yang berdiam di Thailand mencatat Sultan Alauddin (1591-1638) raja Gowa pertama yang memeluk Islam, juga menjamin umat Katolik dari Portugis untuk menjalankan agamanya. Catatan ini berdasarkan kesaksian orang-orang yang berkunjung ke Makassar. Bahkan, sultan dan para penggantinya seperti Sultan Muhammad Said (1639-1653) memberi kebebasan kepada umat Katolik untuk mendirikan gereja. “Raja Makassar mendirikan sebuah gereja yang menakjubkan di dalam Kota Makassar yang dia berikan kepada para pedagang dari Portugis untuk melancarkan perdagangan mereka,” tulis Gervaise. Gereja Katedral Makassar atau nama resminya Gereja Hati Kudus Yesus Yang Mahakudus itu menjadi gereja tertua di Makassar dan di seluruh wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara. Kesaksian dari pelancong asing itu menunjukkan bahwa toleransi dan pluralisme telah dilaksanakan oleh para penguasa kesultanan Islam di Nusantara. Oleh karenanya jika ada masyarakat yang melakukan tindakan intoleransi mengatasnamakan perbedaan agama, ini bukan saja kita kalah dengan nenek moyang abad 17, tapi kita balik ke abad primitif karena tidak ada dasarnya di Indonesia modern untuk melakukan tindakan tersebut.

Disini lah peran dari pelajaran sejarah itu sendiri dalam menangani isu yang sangat kerap terjadi bahkan sampai menembus skala Nasional yaitu isu intoleransi yang terjadi di Indonesia. Dengan adanya penanaman dan penyebaran akan nilai Sejarah bangsa kepada semua kalangan masyarakat sangatlah berperan strategis untuk menangani isu Nasional ini terutama kepada masyarakat golongan muda. Melalui pelajaran sejarah yang banyak memuat nilai-nilai toleransi dari setiap peristiwa sejarah yang dipelajari oleh seluruh siswa di Indonesia diharapkan mampu memupuk sikap toleransi dan mencegah sikap intoleransi di kemudian hari.

Sejarah sejatinya merupakan sebuah batu lompatan untuk sebuah negara yang maju dan sejahtera. Perjuangan yang telah dilalui oleh para pendahulu kita seharusnya mampu menjadi parameter dan cermin untuk menuju Indonesia yang adil dan makmur. Ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang menggoyah Indonesia saat ini memang menjadi sebuah momok yang mengerikan dan mengancam stabilitas dan integrasi bangsa. Indonesia memiliki cita-cita luhur untuk mensejahterakan, mencerdaskan kehidupan masyarakat seperti yang diamanahkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Seperti yang diamanatkan oleh bapak Proklamator kita yaitu Seokarno dalam pidatonya menyampaikan sebuah kalimat tentang “JASMERAH” yang memiliki valensi positif terhadap kehidupan untuk tidak serta merta melupakan sejarah. Sejarah yang terjadi pada masa lampau mungkin tak akan terulang kembali, namun jalan ceritanya akan tetap terulang. Itulah salah satu fungsi dan prinsipil historis sebagai sebuah tolak ukur dan sebagai cermin bangsa dalam menjalankan amanah konstitusinya.

Memiliki sebuah kekayaan atas sejarah, budaya, dan perbedaan merupakan anugrah yang didapati Bangsa Indonesia ini oleh karenanya jangan lah jadikan sebuah perbedaan menjadi sebuah alasan kita untuk melakukan tindakan Intoleransi. Justru jadikan lah anugrah ini menjadi motivasi kita untuk selalu menjadi yang terbaik dalam segala aspek. Sebuah bangsa akan maju jika bangsa tersebut dapat menerima perbedaan dan melihat sebuah perbedaan menjadi sebuah peluang untuk memajukan negaranya, perbedaan bukanlah sebuah penghambat melainkan sebuah media penyempurna segala aspek. Perbedaan muncul karena sebuah keidentikan yang unik dan berbeda satu dengan lainnya jadi jadikanlah itu sebagai sebuah kesempatan untuk memajukan bangsa dan negara bukan menjadikannya sebagai kesempatan untuk memecah belah bangsa karena bangsa yang kuat merupakan bangsa yang hidup rukun dalam sebuah perbedaan.

Dengan memahami dan menjalankan sebuah pemahaman akan nilai sejarah bukan hanya dapat menyelesaikan satu isu saja tetapi juga dapat menyelesaikan isu nasional lainnya seperti Ekonomi, Pendidikan, dan juga isu yang sangat meresahkan saat ini yaitu isu Korupsi di Indonesia. Dimana dengan menarik sebuah peristiwa sejarah di masa lalu dan di ambil pemahaman nilai akan peristiwa tersebut dan menjadikannya sebagai cermin kondisi nasional saat ini sangatlah berperan penting untuk menekan permasalahan yang sedang terjadi tersebut, olehkarenanya jangan lah sampai kita melupakan sebuah sejarah dan menganggapnya hanya sebagai sebuah kata belaka.

“Negara yang maju memiliki Masyarakat yang Bijaksana, yang Hidup di dalam sebuah kerukunan dan Harmoni yang diikat oleh Toleransi dan melihat Sejarah sebagai media untuk meningkatkan masa depan yang cerah” Alief Alamsyah.

BIODATA PENULIS


Nama : Alief Alamsyah
Tempat Tanggal Lahir : Bekasi, 8 April 2003 (17 Tahun) 
Asal : SMA Negri 48 Jakarta (Jakarta Timur)
Pekerjaan : Youtuber dan Pelajar Kelas X(10)
Hobi : Berpikir Kritis dan menempatkan posisi sebagai, Seorang yang berpikir terbuka
Sosial Media : Instagram @the_page_of_weapon, @frenchspecialunit, @alamsyah.qu20 ; Youtube revo-luution dan ulasan 5

Posting Komentar

0 Komentar