Indonesia adalah sebuah Negara yang memiliki banyak keragaman dari
segala aspek. Termasuk dalam hal keyakinan agama yang dimiliki masyarakat
Indonesia. Tak bisa kita pungkiri bahwa setiap keyakinan tersebut selamanya bisa
berdamai, bahka sesama agama sendiripun terkadang terjadi gesekan yang hanya
dipicu oleh setetes cipratan yang berujung konflik berkepanjangan. Padahal,
semua masyarakat sejatinya menyadari bahwa hal sekelumit itu hendaknya mudah
untuk diatasi. Kita juga mengetahui bahwa dasar Negara kita adalah Pancasila,
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang harusnya dapat
menyatukan celah perbedaan yang ada.
Kalau kita
menelisik mengenai hakikat dari pancasia itu sediri, sebenarnya tidak ada yang
salah dari mulai butir pertama hingga butir terakhir. Kelima butir Pancasila
sudah menggambarkan pandangan hidup warga Negara ini. Bahkan bila kita
relefansikan dengan Al-Qur’an, maka kita akan menemukan keselarasan beberapa
ayat Al-Qur’an dengan butir-butir yang terkandung di dalam Pancasila. Sebagai
mana berikut ini,
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
وإلهكم إله واحد
(1)
dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tiada Tuhan melainkan Dia
yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ikhlas :
1)
2. Kemanusian Yang Adil dan Beradab
ولقد كرمنا بني
آدم
dan
Sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam (QS. Al-Isro’ : 70)
3. Persatuan Indonesia
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن
ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (QS. AlHujurat : 13)
4. Kerakyatan
Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
وشاورهم في الأمر
Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. (QS. Ali Imran : 159)
5.
Keadiln Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
إن الله يأمر بالعدل والإحسان
Sesungguhnya allah menyuruh
berlaku adil dan berbuat kebajikan. (QS. An Nahl :
90)
Nah, pada point
pertama kita telah mengetahui bahwa sebelumnya butir dari Pancasila sila
pertama adalah “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluknya” yang kemudian diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” Hal ini
dilakukan karena bangsa Indonesia khususnya area Timur ada yang tidak
berkeyakinan Islam. Dengan adanya polemik seperti itu, KH. Wachid Hasyim ketika
itu menghadap kepada KH. Hasyim Asy’ari ayahnya sendiri, dengan membawa pesan
IR. Soekarno terkait masalah butir Pancasila tersebut. KH. Hasyi Asy’ari tidaklah
langsung memberi keputusan, melainkan beliau terlebih dahulu melakukan tirakat
untuk mengoreksi sila pertama tersebut. Setelah melakukan beberapa tirakat yang
cukup panjang, beliau memberikan jawaban kepada KH. Wachid Hasyim bahwa sila
pertama tersebut sudah sesuai dengan syari’at Islam. Hanya saja sedikit diubah
saja kalimatnya menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Karena Ketuhanan Yang Maha
Esa pada dasarnya telah mencakup dasar ketauhidan dalam Islam.
Dengan dimikian,
kita telah mengetahui dari sudut pandang historis, bagaimana asal-usul dari Pancasila
itu sendiri yang memang sudah menjadi final. Parahnya ada sebagian kelompok melakukan
aksi-aksi dan menganggap Negeri tercinta ini penuh dengan kefasikan, sistem
pemerintahnya dianggap Thogut, ditambah lagi yang melakukan aksi-aksi
demikian adalah orang-orang yang mengatas namakan agama. Sejatinya mereka
berbuat demikian untuk merubah dasar Negara Indonesia yakni Pancasila yang
telah sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia menjadi sistem Khilafah. Alangkah
lebih baik hendaklah kita melakukan penelaahan dan membaca dari berbgai
manuskrip atau buku-buku mengenai bagaimana sistem khilafah itu, manfaat dan
madhorotnya seperti apa, dan apakah masih relevan bila kita terakapkan pada kehidupan yang sangat
kompleks seperti masa sekarang ini.
Sebenarnya, sistem
Khilafah bukanlah suatu hal yang bersifat Ushul dalam agama, melainkan berada dalam ranah ijtihadi.
Kalau boleh terang-terangan, di dalam Al-Qur’an maupun Hadits tak kan kita
jumpai perintah untuk mendirikan sistem Khilafah, yang ada hanyalah kewajiban
kita untuk memiliki pemimpin yang dulu disebut dengan Ulil Amri, inilah yang wajib. Adapun untuk sekarang mungkin hanya
namanya saja yang berbeda seperti presiden, gubernur, camat, dan sebagainya.
Menurut saya tidaklah menjadi persoalan. Sebutannya saja yang berbeda, tetapi
sama-sama berkonotasi pemimpin.
Orang-orang yang
tengah menggaungkan sistem khilafah mempercayai Hadits nabi bahwasannya kelak
di akhir zaman akan muncul kembali sistem pemerintahan berbentuk khilafah.
Hadits tersebut tertera dalam Musnad Ahmad yang memaparkan mengenai akan
datangnya sistem pemerintahan Khilafah. Dalam Hadits tersebut dijelaskan bahwa
fase umat Islam di bagi menjadi empat bagian, yang pertama adalah Khilafah
ala minhajin nubuwwah. Menurut At
Thabrani, Khilafah ala minhajin nubuwwah ini adalah masa Khulafaur
Rasyidin. Kedua adalah Mulkan ‘Adldlon yaitu masa kerajaan yang menggigit.
Ketiga adalah Mulkan Jabariyah, yakni masa kerajaan yang menyombong. Keempat
adalah kembali pada sistem yang pertama yaitu Khilafah ala minhajin nubuwwah.
Sebenarnya, Hadits yang memaparkan fase-fase tersebut hanya terdapat pada
Musnad Ahmad saja. Sedangkan dalam 9 kitab hadits utama, yang lebih masyhur
dengan Kutubut tis’ah, Hadits tersebut tidak tercantumkan, kecuali pada
Musnad Ahmad. Kenapa, karena ada seorang yang meriwayatkan Hadits tersebut
dianggap bermasalah, yaitu Habib bin Salim. Tidak banyak Hadits yang di
riwayatkan oleh Habib bin Salim. Disampuing itu, Imam Bukhari pun memberi label
fihi nazhar kepada Habib bin Salim. Dengan demikian, Imam bukhari telah
menjarh Habib bin Salim. Repotnya lagi, Hadits tentang Khilafah ala minhajin
nubuwah ini baru muncul pada masa awal pemerintahan Dinasti Umayyah.
Kemungkina besar, munculnya Hadits ini hanyalah untuk kepentingan politik saja.
Ketika itu, Habib bin Salim ini mengirimkan surat kepada Khlifah Umar bin Abdul
Aziz bahwa yang dimaksud dengan Khilafah ala minhajin nubuwah adalah
masa pemerintahannya ini, Sedangkan khalifah-khalifah Umayyah sebelum Umar bin
Abdul Aziz mengacu pada masa Mulkan ‘Adhan & Jabariyah. Mendengar
kabar tersebut, Umar bin Abdul Aziz pastilah senang mengetahui kabar dari Habib
bin Salim ini. Jadi sangatlah jelas bahwa kemunculan Hadits ini hanya digunakan
sebagai tunggangan politik. Bisa juga Habib bin Salim ini hanya ingin mencari
muka saja kepada sang khalifah.
Orang-orang dari
kelompok sebelah yang ingin merombak dasar Negara kita,, sangatlah getol sekali
menggunakan Hadits tersebut. Mereka berkeyakinan kuat kelak akan muncul masa Khilafah
ala minhajin nubuwah. Padahal kalau kita cermati dengan baik, Hadits
tersebut sebenarnya sudah tidak relevan lagi bila di terapkan pada masa
sekarang. Kalaupun dipaksa untuk diterapkan, apakah kita menganggap masa
pemerintahan Khilafah Umar bin Abdul Aziz sebagai masa Mulkan ‘Adhan atau
Jabariyah. Padahal, pemerintahan Umar bin Abdul aziz terkenal sebagai
pemerintahan yang sangat adil, hak-hak rakyat dipenuhi dan rakyat pun merasakan
kesejahteraan ketika itu. Umar bin Abdul Aziz jug terkenal sebagai Khalifah
yang sangat zuhud, tidak terlena dengan dunia bahkan, semua harta kekayaannya diserahkan pada Baitul Mal semenjak dia
menjadi Khalifah, sampai-sampai para Khalifah dinasti Abbasiyah mengakui
keadilan Umar bin Abdul Aziz dan menganggap beliau sebagai Khalifah ke 5
diantara 4 Khulafaur Rasyidin. Dengan demikian, apakah tega bila kita
menganggap . pemerintahan Umar bin Abdul Aziz termasuk masa Mulkan ‘Adhan atau
Jabariyah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hadits tentang Khilafah
ala minhajin nubuwah telah habis masanya dan sudah tidak relevan lagi bila
diterapkan pada masa sekarang.
Kelompok-kelompok yang menginginkan pendirian sistem Khilafah di negeri ini juga menganggap bahwa sistem Khilafahlah satu-satunya solusi untuk menuntaskan masalah di negeri ini. Mereka beranggapan bahwa sistem Khilafah itu sempurna, dan hanya melihat dari sudut pandang saja, yakni pada masa The golden age of Islam yang terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah ketika itu. Mereka tidak melihat dari sisi lain, bagaimana sisi kelam dari sistem pemerintahan yang berbasis Khilafah. Pengalihan sistem Khilafah dari Dinasti Umayyah ke Abbasiyah diwarnai peristiwa pertumpahan darah. Ketika itu kelompok Abbasiyah membantai habis keluarga Umayyah sebagai bentuk balas dendam karena telah menyingkirkan Kelompok Abbasiyah yang beratas namakan Bani Hasyim. Padahal, kalau dalam sistem khilafah, para petinggi-petinggi pemerintah sebagian besar diisi oleh keluarga Bani itu sendiri dan hal itu berlangsung secara turun-temurun. Pendapat rakyat tidaklah menjadi prioritas utama dalam perumusan sebuah kebijakan. Pemerintah merumuskan atau membuat sebuah keputusan secara absolut. Pola demokrasi tidak akan dipakai layaknya Negara kita sekarang ini. Ketika terjadi suatu pelanggaran, seseorang bisa langsung dieksekui tanpa prosedur hukum terlebih dahulu, Hal itu sering terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah, dan para ulama’ banyak menjadi korban kekerasan ketika itu. Semisal Imam Ahmad bin Hambal. Ketika itu beliau dipaksa oleh khalifah Al Makmun yang berfaham Muktazilah untuk mengakui bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Tetapi beliau tetap bersikukuh dengan pendapatnya sendiri bahwa Al-Qur’an adalah kalam Qodim. Kalau kita analisa, faham Muktazilah itu menempatkan akal diatas segala-galanya, tetapi dalam kasus ini malah mengekang pendapat seseorang, hal ini sangatlah bertentangan dengan esensi dari faham Muktazilah itu sendiri. Apakah ada unsur politik dibalik peristiwa tersebut, Wallahu a’lam.
Sebelunya, suatu Negara juga pasti akan menelaah terlebih dahulu, sistem apa yang paling relevan diterapkan dengan kondisi masyarakat negera tersebut. Seperti Indonesia, yang dihuni oleh masyarakat yang heterogen. Nah, setelah kita mengetahui bagaimana sistem kekhilafahan yang terjadi pada masa lalu, apakah kita mau bila sistem tersebut diterapkan dalam negeri kita tercinta ini, dengan konsekuensi tak adanya suara demokrasi untuk menyampaikan aspirasi selayakna sistem kekhilafahan sebelumnya dan kedaulatan berada ditangan penguasa. Kita harusnya bersyukur, masih diberi anugrah dari Allah swt. Negara kita tengah aman, damai, dan kita masih diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat kita tanpa adanya kekangan dari pihak manapun.
BIODATA PENULIS
Nama : Fani Azfar
Jenis kelamin : Laki-Laki
Tempat, Tanggal lahir : Jombang, 10 April 2000
Alamat : Rt. 04 Rw. 02 Dsn.
Ngrandu Ds. Cangkringrandu Kec. Perak Kab. Jombang
Agama : Islam
No Telp : 085 755 925
863
Fakultas/ Prodi : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan/Pendidikan Agama Islam
Semester : Tiga (3)
0 Komentar