Ditengah euforia heroisme pahlawan, bangsa kita masih
diguncang berbagai bencana yang berpotensi meremuk redamkan keutuhan NKRI.
Tidak hanya bencana alam, tapi juga bencana kemanusiaan yang terwujud pada
retaknya keharmonisan persatuan bangsa. Ditengah wabah pandemi ini, baru-baru
saja terjadi serentetan kejadian gejolak dinamika politik bangsa, baik yang
terselubung maupun dalam bentuk nyata, yang mengecam kesatuan dan persatuan
bangsa, baik berbau etnis, agama,
politik, dan sebagainya. Belum lagi palu hukum juga tengah di uji dengan
kekuasaan dan nominal angka.
Istilah “Safari Indonesia” merupakan bentuk nyata
bahwa bahasa juga menjadi saksi fenomena sosial yang dinamis seiring
perkembangan zaman. Kata “Safari” yang memiliki padanan ekspedisi, perjalanan,
petualangan dsb, menyiratkan makna yang progresif dan menarik. Frasa “Safari
Indonesia” bermakna perjalanan panjang sebuah Negara Indonesia dari masa ke
masa yang meliputi segala aspek didalamnya.
Sebagai bangsa yang pemberani sejak masa kolonial,
Indonesia mampu menjadi bangsa yang besar dalam segala aspek kehidupan.
Perjuangan bangsa Indonesia sangat luar biasa dalam merebut kemerdekaan. Hal
ini tidak boleh kita lupakan mengingat perjalanan suatu bangsa tak bisa
terlepas dari sejarah berdirinya bangsa tersebut.
Semangat tersebut sejatinya bisa dihidupkan kembali di
era reformasi saat ini. Hal itu merupakan salah satu syarat memajukan
pembangunan bangsa. Namun, keberhasilan itu tidak akan tercapai tanpa semangat
juang dari seluruh komponen bangsa untuk maju bersama.
Kita dapat mengambil contoh dari semangat perubahan
Cina dan India, kedua Negara tersebut sukses membangun negara berdasarkan
pembangunan nasional yang kuat. Cina dengan reformasi ekonomi gaya Deng
Xiaoping, serta India yang menggunakan perpaduan serasi antara agama dengan
kasta serta meritrokasi.
Sebagaimana Cina dan India, Indonesia juga sangat
berpotensi menjadi bangsa yang maju dengan pancasila, menjadikan pancasila
pedoman hidup dalam melaksanakan pembangunan bangsa. Nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam pancasila dapat dibangkitkan dan diperkuat relevansinya dengan
perkembangan zaman, meskipun nilai dasar pancasila itu bersifat tetap, tetapi
pelaksanaannya dapat dikembangkan secara kreatif dan dinamis sesuai dengan
kebutuhan dinamika masyarakat Indonesia sendiri.
Kelima sila dalam “Pancasila” merupakan kesatuan yang
bulat dan utuh, sehingga pemahaman dan pengamalannya harus mencakup semua nilai
yang terkandung didalamnya. Pada 01 Juni 1945 Bung Karno juga menyatakan bahwa
pancasila dapat dijadikan alat utama dalam rangka peningkatan taraf
kesejahteraan bangsa, menciptakan perdamaian dalam bernegara, sebab didalamnya
terdapat ideologi yang diharapkan mampu mewujudkan nilai-nilai yang diamanahkan
dalam bentuk kebiasaan dan kebudayaan kehidupan masyarakat sehari-hari.
Untuk itu, urgensi dalam memaknai sebuah sejarah
perjalanan politik bangsa sangatlah perlu untuk belajar bagaimana isu-isu
kebangsaan itu diselesaikan dan dipadamkan, sebab kita sudah mempunyai sejarah
politik panjang yang bisa dijadikan cermin dan acuan dalam menghadapi gejolak
pemerintah dimasa yang akan datang.
Sebagai salah satu contohnya, mari berkaca pada kasus
intoleransi antar umat beragama. Mungkin setiap tahun sering terjadi pengeboman
di beberapa wilayah Indonesia yang dilakukan kelompok tertentu, yang memiliki
latar belakang dan tujuan tertentu pula, seperti pada kasus teror bom Molotov
di Samarinda, di gereja-gereja Surabaya, di Bali beberapa tahun yang lalu
menyiratkan bukti tanda bahwa ada suatu gerakan terselubung yang semakin nyata,
mengecam persatuan dan kesatuan bangsa. Belum cukup dengan isu umat beragama,
beberapa bulan yang lalu juga terjadi bentrok tentang isu etnis dan budaya.
Perseteruan mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya yang diyakini memperoleh
perlakuan yang melanggar hak mereka sebagai pribumi Indonesia, sehingga
kerusuhan dan bentrok terjadi dan aksi yang diduga makar ingin memerdekakan
Papua dari Indonesia juga digembor-gemborkan. Kasus-kasus seperti ini adalah
bukti bahwa masih rendahnya pemahaman tentang pancasila sebagai ideologi bangsa,
dan implikasinya dalam menjalankan kehidupan sebagai warga negara.
Jika warga negara hanya mengerti dan belum paham maka
nilai-nilai yang ada dalam Pancasila tidak bisa dipahami secara mendalam. Maka
cita-cita sebuah bangsa untuk mensejahterakan, mewujudkan perdamaian dan
persatuan akan sulit terwujud. Dalam Pancasila sudah mengajarkan dan membekali
kita sebagai landasan dan dasar pijakan sebagai warga negara untuk saling
bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, hidup berdampingan tanpa adanya
diskriminasi, persatuan tanpa pecah belah, dan jalan musyawarah untuk mencapai
suatu tujuan yang sama serta bersikap bijak dan adil bagi sesama.
Isu konflik dan permasalahan yang berbau agama dan
kasus-kasus intoleransi antar umat beragama sudah dijelaskan dalam Pancasila
untuk menganut agama yang ada di Indonesia tanpa memaksa dan mengecam keyakinan
masing-masing warga negara. Bahkan, dalam semua ajaran agama yang ada di
Indonesia sebenarnya juga mengajarkan tentang nilai kebaikan, dan tidak ada
satupun ajaran agama manapun yang mengajarkan keburukan. isu agama dan
intoleransi terjadi sebab nilai pada sila pertama dalam pancasila yang telah
disepakati pendiri bangsa ini kurang dijiwai, diilhami, dirasakan, serta
diartikan oleh seluruh umat dan/atau warga negara Indonesia, sehingga masih
saja terus terjadi kasus-kasus pengeboman serupa dalam tiap tahunnya.
Dalam isu etnis dan budaya, Tanah Papua memiliki heteroginitas
etnik yang tinggi, kebudayaan dan kompleksitas adat serta sejarah yang terjadi
di Tanah Papua penuh dengan ketegangan dan konflik. Kompleksitas persoalan di
Tanah Papua terjadi seiring dengan peralihan kekuasaan-kekuasaan politik
terhadap Tanah Papua. Salah satu momen penting dalam sejarah papua terjadi pada
tahun 1940-an hingga 1960-an yang saat itu juga terjadi Perang Dunia II dan
berimplikasi pada proses penyerahan kedaulatan Belanda atas Indonesia termasuk
didalamnya Papua. Proses peralihan kekuasaan di Papua berujung pada Penentuan
Pendapat Rakyat (Papera) pada bulan Juli-Agustus 1969 yang menyatakan Papua
menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Papua telah resmi
menjadi bagian dari Indonesia, harusnya isu-isu makar yang terjadi belakangan
ini tidak terjadi jika kita semua paham tentang sejarah politik Indonesia untuk
Papua.
Sejarah panjang politik yang didalamnya terkandung
berbagai isu-isu yang mengecam kesatuan dan persatuan negara Indonesia sudah
pernah terjadi, baik berbau etnis, ras, agama, golongan tertentu dan
sebagainya. Namun bukti bahwa Indonesia adalah negara yang kuat adalah hingga
sampai hari ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia masih kokoh berdiri tegak,
dengan pedoman Pancasila yang mengatur semua asas-asas hidup didalamnya.
Mengingat dan mengenang Pidato Soekarno bahwa “Perjuanganku lebih mudah karena
melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan
bangsa sendiri.”. dengan itu kiranya kita harus lebih kuat untuk menghadapi
persoalan isu-isu di depan yang akan terjadi, dengan memperkuat banteng diri
dengan memahami dan mengamalkan setiap sila dalam pancasila sebagai pedoman
untuk menjadi warga negara yang baik dan mengkokohkan tembok persatuan dan
perdamaian.
BIODATA PENULIS
Sayyidah Achmadah Alwiyah, Putri tunggal dari keluarga kecil yang menetap di Gresik, Jawa Timur.
Lahir pada tanggal 01 Juni 2000. Sejak kecil menempuh pendidikan formal yang
bernuansa ke-Islaman, yang diyakini akan menjadi aset Jariyah Orang tuannya.
Alumni MI Hidayatul Islamiyah, MTs Daruttaqwa, MAN 2 Gresik. Dan pada tahun
2018 berkesempatan melanjutkan studi di Universitas Brawijaya. Selama masa
studinya penulis juga pernah mendapat beberapa penghargaan, Juara 3 KSMA WILKER
Surabaya bidang studi PAI, Juara 2 MiC (Mozaic islam Competition) se Jatim di
Universitas Airlangga, dan Juara 2 Menulis Artikel Hari Guru Nasional se Jawa
Timur yang di selenggarakan STAI Daruttaqwa.
0 Komentar