Soetran: Dari Anak Petani Buta, Menjadi Gubernur Ccengkeh Trenggalih
Oleh : M. Akbar Firdaus
Pada 5 April 1921 di Desa
Cangkring, Kecamatan Krembung, Sidoarjo telah lahir seorang politikus juga
Brigadir Jenderal (Purn) TNI-AD bernama Soetran. Terlahir sebagai anak petani
yang buta membuat beliau tidak mampu melanjutkan sekolah, hanya tamat kelas 4
pendidikan dasar. Selanjutnya masa kecil Soetran dihabiskan untuk mencari uang
untuk membantu mengangkat ekonomi keluarga. Mulai dari buruh tani sampaimenjadi
pemain ludruk yang biasa tampil di hajatan. Kemudian kisah hidup selanjutnya,
tepatnya tahun 1942 beliau isi dengan aktif pada keanggotaan PETA dengan
pangkat BUDHANCO (setingkat sersan). Pasca
kemerdekaan Indonesia, beliau bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat yang
menjadi cikal bakal dari TNI. Setelah itu pada tahun 1950, beliau mengikuti
Latihan Persamaan Perwira dan lulus sehingga memperoleh jabatan Letnan 1.
Berlanjut setelahnya, beliau semakin aktif dalam dunia militer sehingga pada
tahun 1963 beliau sudah berpangkatkapten dan menjabat sebagai Komandan Batalyon
Infanteri 511 dan ditugaskan di Irian Jaya menjadi Komandan Distrik militer di
Tanah Merah, Boven Digoel. Empat tahun setelahnya beliau dipindahtugaskan di
Jawa Timur yakni di kabupaten Trenggalek. Disini beliau sudah berpangkat Mayor.
Kemudian tidak berselang lama,
yakni pada 30 Oktober1968 beliau mengawali kiprah politiknya di Trenggalek
yakni sebagai Bupati menggantikan pendahulunya Moeladi. Sebelum dipimpin
beliau, kabupaten dengan keadaan geografis yang memiliki tanah kering
mengakibatkan kabupaten ini tergolong wilayah kabupaten miskin karena tidak
memiliki hasil tanam yang baik yang layak diunggulkan di pasar nasional. Namun
setelah Soetran hadir dan menjadi pemimpin daerah, Trenggalek berubah menjadi
daerah penghasil cengkeh terbaik di Indonesia. Tanah yang semula kering dan
tandus berubah menjadi perkebunan cengkeh yang hijau. Sehingga pendapatan
masyarakat Trenggalek mencapai 21 miliar per tahun. Hal ini menjadikan
Trenggalek identik dengan cengkeh. Dengan keadaan yang sudah berubah ini
menjadi modal besar untuk membenahi infrastruktur dan juga tata kelola
kabupaten. Kantor-kantor pemerintahan dan militer, kantor pelayanan umum yang
dahulunya hanya berdinding bambu yang sudah reyot diubah menjadi tembok kokoh
dari batu-bata. Tak juga sampai disini, tata kelola kota juga berubah dengan
gerakan reboisasi, sehingga seluruh wilayah menjadi hijau. Karena hal ini
sesuai dengan instruksi langsung dari beliau, yakni “tidak boleh ada sejengkal tanah pun yang kososng dari tanaman”.
Selain wilayah yang nampak segar dengan banyak tanaman, hal ini juga
meelahirkan sektor industri baru yang ekspor kayu-kayu seperti pinus, jati dan
akasia. Kemudian karena pencapaiannya ini, beliau dianugerahkan oleh Presiden
Soekarno sebagai Prasamya Purnakarya Nugraha yakni penghargaan yang diberikan
kepada kepala daerah Kabupaten/Provinsi dengan hasil pembangunan terbaik selama
pelaksanaan program Rencana Pembangunan Lima Tahun.
Namun juga masih tak berhenti
disitu, sesuai judul diatas bahwa disinggung kata “Trenggalih”. Nah Trenggalih disini merupakan perubahan nama dari
Trenggalek. Mengapa demikian? Karena sosok Soetran memiliki pemikiran bahwa
sederhananya kata dengan akhiran –ek dalam Bahasa Jawa identik dengan konotasi
yang tidak baik. (contoh: jelek, elek, dll) yang kemudian dalam hal ini beliau
mengusulkan perubahan nama kabupaten
menjadi Trenggalih yang jika dibedah menjadi Terang Ing Galih yang berarti terang di hati. Namun karena banyak
sejawat beliau di pemerintahan kabupaten tidak menyetujui dengan dalih
perubahan nama kabupaten memerlukan proses administratif yang rumit, nama
tersebut tidak sesuai dengan sejarah dan cikal bakal daerah dan yang lainnya
akhirnya wacana perubahan nama kabupaten ini pun urung terjadi.
Karena kiprah positifnya di
Trenggalek, beliau kemudian ditunjuk menjadi Gubernur irian Jaya menggantikan
Acub Zainal. Kemudian pada masa menjadi kepala daerah di Irian Jaya, beliau
menerapkan sistem yang sama pada masa jabatan sebelumnya di Trenggalek dengan
program Wajib Tanam Cengkeh dari mulai pelosok hingga ke kota. Hal ini yang
kemudian menjadikan beliau dijuluki sebagai gubernur
cengkeh. Namun keadaan yang sekarang malah berbanding terbalik dengan masa
sebelumnya. Program ini gagal akibat dari kurangnya sosialisasi kepada
masyarakat. Setelah pensiun dari jabatan gubernur Irian Jaya, beliau
menghabiskan sisa umur dengan tinggal di Surabaya. Sampai akhirnya meninggal
karena penyakit kanker hati. Beliau dimakamkan di TMP Dukuh Kupang pada tanggal
1 Juli 1987.
0 Komentar