#DiskusiSejarah Pesantren Abad 21 : Sarang Terorisme dan Radikalisme ?

oleh : Laili Lutfiyah

         Diskusi Sejarah merupakan kegiatan yang dilaksanakan tiap bulan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (HMJ SPI UINSA). Diskusi Sejarah kali ini mengangkat tema Pesantren Abad 21 : Sarang Terorisme dan Radikalisme ?. Kegiatan ini dilaksanakan hari Sabtu, 27 Maret 2021 melalui platform Zoom. Pembukan acara Diskusi Sejarah dihadiri oleh Kepala Jurusan Sejarah Peradaban Islam Dr. Muhammad Khodafi, S.Sos,. M.si. serta Wakil Dekan I Fakultas Adab dan Humaniora Dr. H. Mohammad Kurjum, M. Ag.

Pemateri pertama Diskusi Sejarah yaitu K.H Maruf Khozin selaku Direktur ASWAJA Center PWNU JATIM, Pemateri kedua Ustad Rizalul Furqon M.Pd selaku Pengajar di Presantren Ilmu Al-Quran dan pengasuh Rumah Quba. Dipandu oleh moderator Dzilal Al-Baaqi Bahalwan S.Hum, dan Seluruh Peserta yang hadir kurang lebih 130 peserta.

Ketua Pelaksana Diskusi Sejarah, Khanabi Alwi menjelaskan bahwa Pesantren sudah ada sejak lama, lambat laun pesantren sedikit mulai berubah, Contoh terdapat Santri yang dicurigai membawa bawa kardus yang berisi bom. Harapannya dari diskusi sejarah ini ingin mengedukasi masyarakat dan teman teman mahasiswa bahwa pesantren itu tidak seperti itu pesantren di bilang sarang teroris radikal. Dan ingin mengembalikan citra pesantren keasalnya, dimana pesantren pesantren ini mendidik insan-insan berakhlaktul kharimah dan cinta tanah air, dan mengubah mindset orang-orang yang akan memasukkan anaknya ke pesantren agar mereka tidak takut nantinya anak mereka menjadi teroris maupun radikal.

Ketua HMJ SPI, Taqiyuddin Jamilus Shiyam berharap dapat menumbuhkan rasa cinta pada sejarah terutama Sejarah Peradaban Islam baik dari sejarah sendiri atau luar sejarah, karena tujuan dari diskusi sejarah ini ingin menumbuhkan rasa cinta pada sejarah yang mana sejarah kurang disukai oleh banyak orang. Dan diskusi ini dapat membuka fikiran, wawasan untuk mengetahui seputar radikalisme dan terorisme.

Kepala Jurusan Sejarah Peradaban Islam Dr. Muhammad Khodafi, S.Sos,. M.si. dalam sambutannya sangat mengapresiasi  kegiatan yang bermanfaat ini. Mengharapkan diskusi Sejarah dengan tema “Pesantren Abad 21 : Sarang Terorisme dan Radikalisme ?” akan terus berlanjut di diskusi sejarah berikutnya. Acara Diskusi ini dengan beberapa narasumber berkompeten pada bidangnya agar dimanfaatkan oleh seluruh peserta untuk menambah ilmu dan wawasan.

Wakil Dekan I Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. H. Mohammad Kurjum, M. Ag. menjelaskan bahwa mengapresiasi kegiatan yang sangat bagus ini, harapan yang paling utama kajian kajian semacam ini harus selalu di istiqomahkan karena menyangkut proses pendewasaan diri terutama mahasiswa kaitannya dengan bagaimana memahami agama itu sebuah konsep yang bisa diterima di manapun, disemua kalangan. Jadi topik ini penting karena menyangkut radikalisme dan tradisi pesantren yang tertuduh sebagai sarana atau sarang tumbuhnya radikalisme, ini harus ditentang dan ditolak.

Selain melihat dari kurikulum dan pengajaran tentang aqidah atau akhlak, Identifikasi paling mudah untuk mendeteksi dalam mengetahui pondok atau mungkin sebuah organisasi itu bisa dibilang memiliki paham radikal yaitu dari kultur atau kebiasaan seperti memakai songkok, pakai sarung, banyak kiai berjengot tapi disertai dengan senyum. Cadar itu tidak bisa di generalisir bahwa ada ajaran radikal buktinya disuatu pondoki itu aswaja santri ribuan, ada sebagain ibu nyai memakai cadar, dan itu membuktikan bahwa penampilan fisik belum tentu teroris.

Isu isu yang muncul bahwa islam phobia adalah penyebab utamanya munculnya pesantren pesantren yang dianggap sebagai ancaman radikalisme, Islam phobia muncul karena bebarengan dengan berita yang ada sering kali memojokkan islam, merugikan islam sehingga orang-orang yang akan memasukkan anak anaknya ke pesantren akan takut seiring dengan konsumsi berita-berita yang ada di tengah kita. Untuk menghindari dari islam phobia ini dengan sifati diri kita untuk orang awam yang butuh petunjuk.

"Wafatnya Ulama adalah musibah yang tak tergantikan. Musnahnya 1 suku lebih mudah bagiku dari pada wafatnya 1 ulama" - HR Thabrani

Posting Komentar

0 Komentar